Sejarah KPI

Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, disingkat Koalisi Perempuan Indonesia dikukuhkan melalui Kongres Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada Kamis, tanggal 17 Desember 1998. Koalisi Perempuan Indonesia pertama kali diumumkan berdirinya pada tanggal 18 Mei 1998 oleh sekelompok perempuan aktivis di Jakarta dengan dukungan 75 aktivis perempuan dari berbagai daerah yang menyetujui dibentuknya Koalisi Perempuan Indonesia. Aksi ini merupakan bagian dari gerakan reformasi menurunkan Soeharto.

Kongres Nasional I diadakan di Yogyakarta pada 14-17 Desember 1998 yang dihadiri lebih dari 500 perempuan dari 25 propinsi dan Timor Leste. Kongres menghasilkan AD/ART, program kerja, Deklarasi Yogyakarta, 15 presidium yang mewakili kelompok kepentingan perempuan adat; lansia, jompo dan penyandang cacat; profesional; pekerja sektor informal; miskin kota; miskin desa; pemuda, pelajar& mahasiswa; perempuan yang dilacurkan; buruh; janda, perempuan kepala rumah tangga & tidak menikah;anak marjinal; petani; nelayan; ibu rumah tangga ;lesbian, biseksual dan transeksual, juga memilih Nursyahbani Katjasungkana sebagai Sekretaris Jenderal dan Antarini Arna sebagai koordinator Presidium Nasional.

Kongres II diselenggarakan pada Januari 14-18, 2005 di Jakarta. Kongres ini memilih lima Prsidium nasional dan menetapkan Masruchah sebagai Sekjend hasil pemilihan oleh anggota. Zohra Andi Baso terpilih sebagai Koordinator Presidium Nasional. Dalam Kongres ini juga memutuskan penambahan dua kelompok kepentingan baru yaitu buruh migran dan pemisahan kelompok penyandang cacat (kemampuan fisik yang berbeda) dari kelompok lansia. Kongres ini dihadiri 600 perwakilan dari Papua Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, banten, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Utara.Koalisi Perempuan Indonesia adalah organisasi perempuan yang berjuang untuk mewujudkan keadilan dan demokrasi dengan berpegang teguh kepada nilai-nilai dan prinsip kejujuran, keterbukaan, persamaan, kesetaraan, persaudarian (sisterhood), kebebasan, kerakyatan, kemandirian, keberagaman, non- sektarian, non- partisan, nir kekerasan, berwawasan lingkungan dan solidaritas pada rakyat kecil dan yang tertindas. Disamping itu, Koalisi Perempuan Indonesia juga menolak segala bentuk diskriminasi berdasar jenis kelamin, kelas social, agama, kepercayaan, ras, etnis, orientasi seksual, warna kulit, bentuk tubuh, kemampuan fisik yang berbeda (diffable), usia, status perkawinan, pekerjaan, pandangan politik, dan perbedaan- perbedaan lainnya, serta merawat lingkungan hidup.

Jumat, 07 Juni 2013

Pernyataan Sikap


PERNYATAAN
KOALISI PEREMPUAN INDONESIA
KENAIKAN BBM DISKRIMINATIF DAN TIDAK ADIL

Kebijakan Pemerintah Indonesia menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)  menjadi Rp 6.500 (enam ribu lima ratus rupiah) bagi kendaraan pribadi dan  tetap sebesar Rp 4.500 ( empat ribu lima ratus rupiah) bagi kendaraan umum  (plat kuning) adalah kebijakan yang tidak tepat. Dalam pandangan Koalisi Perempuan Indonesia kebijakan tersebut  diskriminatif dan tidak adil bagi masyarakat secara umum, terutama bagi  masyarakat pedesaan. Hingga kini, di sebagian besar desa tidak tersedia  sarana transportasi angkutan umum. Sehingga masyarakat terpaksa  menggunakan kendaraan pribadi (plat hitam) untuk memenuhi kebutuhan terhadap angkutan umum, seperti mengangkut anak sekolah serta untuk mengangkut hasil produksi (hasil pertanian, tangkapan ikan, dan hasil industri kecil). Kebijakan kenaikan harga BBM ini, akan mengakibatkan ongkos transportasi yang harus ditanggung untuk pengangkutan orang dan barang di pedesaan, menjadi lebih mahal, karena sarana transportasi yang digunakan adalah kendaraan pribadi yang harus membeli BBM sebesar Rp 6.500 per liter.Harga barang produksi akan mengalami kenaikan jauh lebih mahal dibandingkan sebelum kenaikan BBM, karena pengangkutan barang produksi menggunakan kendaraan perusahaan (pribadi-plat hitam).